Pilih [tunangan] bukan sebab kesementaraannya saja

Aku merenungkan banyak dari apa yang sedang aku jalani dalam fase khidupan ku ini. Ya mau ndak mau aku sudah masuk area dewasa pertengahan dimana salah satu tugas perkembangannya adalah mempunyai pasangan hidup, berkarir, dan melakukan tugas perkembangan ke arah peran sosial di masyarakat.

Apa yang menjadi bahan renungan?
  1. Kelurusan niat menikah, benar-benar lillah atau karena yang lain?
  2. penentuan pilihan wanita yang ku ajak, apa benar-benar karena agamanya atau yang lain?
  3. Upaya terus mempertahankan baiknya proses menuju pernikahan yang berkah?
  4. Keadaan eksternal yang melingkupi dari semua itu.

Kadang merasa lelah juga alami yang seperti ini. Namun, pesan Allah kepada seorang muslim jelas, pilihlah tunangan bukan sebab kesementaraanya aja. Namun benar-benar karena agamanya. Apa dia yang hanif, muslimah yang sudah baik, atau sudah masuk kalangan yang bener-bener ideal. Apapun, bener-bener karena agamanya. kalau hanya sebab-sebab kesementaraanya saja, pekerjaan, kehormatan, kekayaan, atau yang demikian itu, amat mudah bagi Allah merubah segalanya dengan waktu singkat.

Sebagai penutup, ada sebuah kisah dari ulama yang sangat inspiratif dari blognya ust Aris:
Yahya bin Yahya an Naisaburi mengatakan bahwa beliau berada di dekat Sufyan bin Uyainah ketika ada seorang yang menemui Ibnu Uyainah lantas berkata, “Wahai Abu Muhammad, aku datang ke sini dengan tujuan mengadukan fulanah -yaitu istrinya sendiri-. Aku adalah orang yang hina di hadapannya”. Beberapa saat lamanya, Ibnu Uyainah menundukkan kepalanya. Ketika beliau telah menegakkan kepalanya, beliau berkata, “Mungkin, dulu engkau menikahinya karena ingin meningkatkan martabat dan kehormatan?”. “Benar, wahai Abu Muhammad”, tegas orang tersebut. Ibnu Uyainah berkata, “Siapa yang menikah karena menginginkan kehormatan maka dia akan hina. Siapa yang menikah karena cari harta maka dia akan menjadi miskin. Namun siapa yang menikah karena agamanya maka akan Allah kumpulkan untuknya harta dan kehormatan di samping agama”.

Kemudian beliau mulai bercerita, “Kami adalah empat laki-laki bersaudara, Muhammad, Imron, Ibrahim dan aku sendiri. Muhammad adalah kakak yang paling sulung sedangkan Imron adalah bungsu. Sedangkan aku adalah tengah-tengah. Ketika Muhammad hendak menikah, dia berorientasi pada kehormatan. Dia menikah dengan perempuan yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dari pada dirinya. Pada akhirnya dia jadi orang yang hina. Sedangkan Imron ketika menikah berorientasi pada harta. Karenanya dia menikah dengan perempuan yang hartanya lebih banyak dibandingkan dirinya. Ternyata, pada akhirnya dia menjadi orang miskin. Keluarga istrinya merebut semua harta yang dia miliki tanpa menyisakan untuknya sedikitpun. Maka aku penasaran, ingin menyelidiki sebab terjadinya dua hal ini.

Tak disangka suatu hari Ma’mar bin Rasyid datang. Kau lantas bermusyawarah dengannya. Kuceritakan kepadanya kasus yang dialami oleh kedua saudaraku. Ma’mar lantas menyampaikan hadits dari Yahya bin Ja’dah dan hadits Aisyah. Hadits dari Yahya bin ja’dah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi” (HR Bukhari dan Muslim).

Sedangkan hadits dari Aisyah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perempuan yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan biaya pernikahannya” (HR Ahmad no 25162, menurut Syeikh Syu’aib al Arnauth, sanadnya lemah).

فاخترت لنفسي الدين وتخفيف الظهر اقتداء بسنة رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فجمع الله لي العز والمال مع الدين
Oleh karena itu kuputuskan untuk menikah karena faktor agama dan agar beban lebih ringan karena ingin mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar dugaan Allah kumpulkan untukku kehormatan dan harta di samping agama. (Tahdzib al Kamal 11/194-195, Maktabah Syamilah).

Demikianlah nasehat dan petuah salah seorang ulama besar di zamannya, Sufyan bin Uyainah bin Maimun Abi Imran. Beliau lahir pada pertengahan Sya’ban tahun 107 H dan meninggal dunia pada hari sabtu tanggal 1 Rajab tahun 198 H.


Ya kisah yang menjawab keresahan dan kegundahanku sekarang. Datangkan untukku ya Allah yang bersatu karena AgamaMu [amin]. Ya meski tidak ditutupi faktor ganteng dan cantik pun masih boleh. So, kombinasi terbaiknya pertama agama bagus, lalu yang berikut berikutnya. Sebagai penutup berikut pernyataan Khalifah Umar bin al Khattab :

قال عمر رضى الله عنه: لا تزوجوا بناتكم من الرجل الدميم فانه يعجبهن منهم ما يعجبهم منهن

Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Janganlah kalian nikahkan anak gadis kalian dengan laki-laki yang bertampang jelek karena wanita itu menyukai laki-laki yang ganteng sebagaimana laki-laki itu menyukai perempuan yang cantik” [Takmilah al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab karya jilid 17 hal 214 karya Muhammad Najib al Muthi’i, terbitan Maktabah al Irsyad, Jeddah KSA] :).




Artikel Terkait

Sharekan bagaimana pandanganmu sendiri mengenai artikel di atas..
EmoticonEmoticon